Waters of Life

Biblical Studies in Multiple Languages

Search in "Indonesian":
Home -- Indonesian -- Revelation -- 005 (Introduction)
This page in: -- Arabic -- Armenian -- Bulgarian -- English -- French? -- German -- INDONESIAN -- Polish? -- Portuguese -- Russian -- Yiddish

Previous Lesson -- Next Lesson

WAHYU - Lihatlah, Aku datang segera
Pelajaran dari Kitab Wahyu
BUKU 1 - LIHATLAH, AKU DATANG SEGERA! (WAHYU 1:1 - 3:22)
BAGIAN 1.2 PENGLIHATAN YANG PERTAMA DAN AKIBATNYA UNTUK DUNIA INI: KEDATANGAN ANAK MANUSIA UNTUK MENGUDUSKAN JEMAAT-NYA (WAHYU 1:9 - 3:22)
BAGIAN 1.2.1 KEDATANGAN TUHAN YANG BANGKIT DISERTAI DENGAN KEMULIAAN (WAHYU 1:9-20)

1. Pendahuluan: Yohanes Dibuang ke Pulau Patmos (Wahyu 1:9)


WAHYU 1:9
9 Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus.

Aku, Yohanes: Setelah Yahweh, yang Mahakuasa, memperkenalkan diri-Nya sebagai Alfa dan Omega dan Yang Awal dan yang Akhir, Yohanes memulai tulisannya tentang penglihatan yang pertama dengan kata “Aku” yang lain. Ia tidak lagi menyembunyikan identitas dirinya lagi, seperti yang dilakukannya ketika menjadi saksi mata dalam tulisan Injil yang ditulis di dalam namanya. Yohanes dipercayakan untuk melakukan sebuah tugas pada masa yang sangat genting di dalam sejarah. Ia menjadi suara Allah kepada Jemaat-Jemaat yang sedang dianiaya, menjadi perwakilan dan utusan Allah; dan juga, hal itu terjadi pada saat ia menjadi rasul yang paling tua dan satu-satunya rasul Yesus Kristus yang masih hidup. Ia adalah seorang nabi Tuhan, yang dipanggil untuk memberikan gambaran tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di akhir jaman. Dan di dalam semua yang terjadi itu, maka arti dari namanya sendiri—Yohanes—menjadi tema dari masa akhir jaman di tengah-tengah awan yang sangat tebal yang ada di masa itu: bahwa Yahweh penuh dengan belas kasihan, Yahweh penuh dengan kasih karunia. Menyatakan kesetiaan, anugerah, dan kasih karunia Tuhannya menjadi pelayanan dari namanya.

Saudaramu: Yohanes bisa saja memperkenalkan diri sebagai uskup, pemimpin, paus atau bahkan rasul. Tetapi ia memilih gelar yang lebih sederhana dan lebih rendah hati ketika menunjuk kepada dirinya sebagai saudara bagi semua orang Kristen yang sudah dilahirkan kembali ke dalam keluarga Bapa Surgawi kita. Yesus menyebut Yohanes dan semua rasul yang lain sebagai saudara-saudara-Nya (Matius 23:8; 25:40; 28:10); jadi, Yohanes juga memiliki hak untuk menyebut dirinya sebagai saudara di antara banyak saudara. Ia adalah anggota dari keluarga rohani surgawi (Efesus 2:19; 1 Yohanes 3:1-3).

Sesama saudara memiliki tanggungjawab kepada saudaranya baik di masa-masa menyenangkan maupun di masa-masa susah. Mereka saling mengatakan kebenaran di dalam kasih, bahkan kalaupun hal itu akan terasa sakit. Mereka saling berdoa dan saling mendampingi. Adanya kebutuhan justru akan mempererat persaudaraan mereka.

Yohanes bukan seorang direktur, sultan atau seorang filsuf, tetapi ia adalah sesama saudara, penatua yang bertanggungjawab di antara saudara-saudara yang ada. Ia harus berbicara, memperhatikan, dan ikut menderita bagi sesama saudara dalam masa-masa yang sangat genting.

Sekutu di dalam Kesusahan: Berkembangnya tekanan dan bertambah beratnya penganiayaan di dalam Kekaisaran Romawi tidak hanya dirasakan oleh Yohanes, tetapi juga oleh jemaat-jemaat yang ada. Penganiayaan terhadap orang-orang Kristen setelah terbakarnya kota Roma (64 M), dan juga paksaan untuk memuja Kaisar Domitianus sebagai dewa, menciptakan aturan dan hukum yang baru untuk menegakkan keteraturan di seluruh kekaisaran. Ini menjadi situasi yang sangat sulit bagi orang-orang Kristen: mereka memang harus berdoa untuk para Kaisar, raja-raja dan penguasa, tetapi tidak menyembah mereka. Orang-orang Kristen tunduk kepada kekuasaan pemerintah di atas mereka, tetapi mereka sendiri hidup dalam suatu kerajaan rohani, theokrasi. Mereka memberikan kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar dan memberikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah. Tuntutan agar orang Kristen menempatkan diri tunduk sepenuhnya kepada Kaisar, yang mau menguasai semua dan mengatur segala sesuatu, akan membawa kepada benturan langsung yang tidak terelakkan. Gelombang penganiayaan di bawah Kaisar-Kaisar selanjutnya menjadi saksi akan ketidakmungkinan untuk menuntut pemujaan dan ketundukan yang total itu.

Melalui penglihatan-penglihatan yang ada, Kitab Wahyu dari Yesus Kristus memberikan penyegaran, penghiburan, dan bimbingan kepada jemaat-jemaat yang sedang mengalami penganiayaan di semua benua—bahkan di jaman sekarang ini juga. Dimanapun sebuah pandangan dunia atau sebuah hukum dunia, seperti Shariah, berusaha untuk menuntut ketundukan penuh dari masyarakat, kitab ini bisa menolong dan menunjukkan kepada orang-orang yang terkena dampak dari aturan itu, bahwa Yesus hadir di tengah-tengah penderitaan jemaat-Nya, menghiburkan, menguatkan, melindungi, dan membimbing mereka.

Sekutu di dalam Kerajaan: Dengan penjelasannya sebagai sekutu di dalam Kerajaan, Yohanes menyentuh salah satu dari konsep yang paling penting di dalam Perjanjian Baru. Di dalam Doa Bapa Kami, kita berdoa, “Datanglah Kerajaan-Mu!” Yesus memerintahkan kita untuk mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya (Matius 6:33). Ia memberikan jaminan kepada kita bahwa Bapa-Nya akan memberikan Kerajaan itu kepada kita (Lukas 12:32). Di dalam Perjanjian Baru, kita membaca tentang Kerajaan 35 kali, tentang kerajaan Allah 37 kali, dan tentang kerajaan surga 33 kali. Di masing-masing penyebutan, hal itu menunjuk kepada kerajaan Allah, yang dipahami melalui Yesus Kristus, yang pernah mengatakan, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; ... Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” (Yohanes 18:36-37).

Yesus tidak datang ke dunia ini dengan maksud untuk membangun Gereja-Nya, tetapi berkehendak untuk membawa semua manusia dan segala perkara ke bawah penguasaan Bapa-Nya. Ia menciptakan segala sesuatu di alam semesta, sehingga segala sesuatu sebenarnya dalah milik-Nya. Namun, kebanyakan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan menolak tuntutan-Nya melalui pemberontakan mereka. Di dalam Alkitab baru di dalam bagian inilah Yesus mulai menyebut para pengikut-Nya sebagai jemaat atau “orang-orang yang dipanggil” (ekklesia). Inilah sebabnya, di dalam catatan Injil, kita hanya menemukan kata ekklesia sebanyak tiga kali, sementara kata “kerajaan” (basileia) disebutkan lebih dari seratus kali. Tetapi hal itu berubah secara dramatis setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus. sejak saat itu, kita hidup dalam masa Gereja. Di dalam Kisah Para Rasul dan di dalam surat-surat rasul, kata untuk “jemaat” (ekklesia) muncul dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kata yang dipakai untuk “kerajaan” (basileia). Jemaat adalah awal mula dari kerajaan Allah, sebuah ciptaan yang baru dan yang rohani dimana di dalamnya kuasa Allah bekerja. Semua orang baik laki-laki, perempuan, atau anak-anak yang sudah dilahirkan kembali, mereka menjadi warga yang bertanggungjawab di dalam Kerajaan yang baru itu.

Jemaat-jemaat di Asia Kecil mengalami peningkatan penganiayaan karena iman mereka kepada Raja-Allah mereka Yesus Kristus dan kepada kerajaan rohani-Nya. Mereka mengejek Yesus, “Raja orang Yahudi,” yang mereka sudah mereka salibkan, dan kadangkala mereka membuat gambar tentang Dia di tembok sebagai keledai yang disalibkan. Bagi Jemaat, iman kepada kerajaan Yesus Kristus berarti mereka harus menghadapi interogasi, tekanan, perlakuan yang kasar, dimata-matai, dianiaya dan bahkan dibunuh. Kerajaan Allah yang Ilahi—sejak dahulu sampai sekarang—berdiri secara diametris berlawanan dengan semua kerajaan manusia.

Sekutu dalam Ketekunan menantikan Kristus: Yohanes dan semua anggota Jemaat lain yang setia menyadari diri mereka sebagai anggota-anggota Kerajaan Yesus Kristus yang sebenarnya. Itulah sebabnya mereka mendapatkan tekanan dari kerajaan-kerajaan dunia ini. Penguasa dunia ini berperang melawan kerajaan Allah, dalam usaha untuk menggerogoti kerajaan itu dari dalam atau meruntuhkannya dari luar. Penguasa dunia ini bukan sahabat dari kasih karunia. Dimanapun pekerjaan penginjilan sedang dilakukan, tidak lama kemudian pasti serangan akan datang. Karena Yohanes adalah pengkhotbah yang paling penting di antara jemaat-jemaat di Asia Kecil, ia dibuang dan diasingkan, meski ia memiliki kehidupan yang menjadi teladan yang baik. Anggota-anggota jemaat yang lain juga mengalami interogasi, pemenjaraan, pelecehan fisik, kelaparan, kedinginan, dan siksaan. Setiap kali tekanan dari luar meningkat, akan dengan cepat juga muncul pengkhianatan dan kemurtadan di antara sesama anggota jemaat, dan dengan itu menambahkan rasa bingung, takut dan ketidakpastian.

Yohanes tidak menulis kepada jemaatnya bawa semua kesulitan itu akan segera berhenti, dan ia juga tidak menyuruh mereka untuk lari ke tempat yang lainnya; namun, ia justru mendorong mereka untuk bertahan dan bertekun, sehingga mereka bisa menjadi kuat bukan hanya di dalam kasih tetapi juga di dalam kesabaran.

Tekanan dari luar seringkali menghasilkan persekutuan yang justru semakin erat di antara orang-orang percaya yang sejati di dalam Jemaat. Ujian mereka menumbuhkan rasa saling percaya di antara mereka. Ketekunan mereka di dalam Kristus menjadi nyata bagi semua orang lainnya. Dan pada masa-masa penganiayaan yang demikian itulah perkataan Yesus menjadi nyata, “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:20). Kehadiran-Nya adalah rahasia dari bertumbuhnya ketekunan di dalam diri orang-orang Kristen. Mereka tidak bisa menumbuhkan kekuatan untuk bertekun itu di dalam dan dari diri mereka sendiri; tidak, kekuatan mereka justru menjadi semakin sempurna di dalam kelemahan (2 Korintus 12:9). Mereka hidup “di dalam” Dia, dan Dia hidup “di dalam” mereka.

Kesabaran di dalam penderitaan menghasilkan pengharapan akan kedatangan Yesus yang semakin mendekat. Sebuah kerinduan akan kedatangan Raja yang dijanjikan itu menghasilkan ketekunan yang lebih besar di dalam kehidupan orang-orang yang sedang mengalami kesusahan itu. Orang-orang yang hidup di bawah penganiayaan tidak menjalani kehidupan mereka di dalam kepura-puraan, kepuasan diri, atau mengandalkan kekuatan diri sendiri. Mereka meneguhkan diri untuk memandang kepada tujuan mereka, dan mereka menemukan kemerdekaan di dalam “kerinduan rohani untuk pulang ke rumah” pada saat mereka merindukan kerajaan Allah. Melayani Jemaat dan menginjili yang masih terhilang itulah yang membuat mereka terus bertahan di dalam dunia ini.

Orang-orang Kristen tidak akan bisa bertahan di dalam godaan dan serangan Iblis kalau Yesus tidak memberikan kepada mereka hak istimewa untuk bersandar “di dalam Dia.” Di dalam Perjanjian Baru, keberadaan kita dan bahwa kita tinggal di dalam Kristus disebutkan sekitar 175 kali. Ia adalah “pelindung kita di masa kesusahan,” perisai kita, dan hidup kita. Yesus mengatakan, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5).

Sang Rasul Dibuang ke Pulau Patmos: Seruan hening dari Yohanes—“Aku berada di pulau yang bernama Patmos”—menjadi saksi akan permulaan dari tahap akhir kehidupan rasul Yesus yang sudah sangat lanjut usia ini. Sebagai seorang pemuda ia pernah menjadi nelayan di Danau Genasaret. Ia memberikan dirinya dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis sebagai tanda pertobatannya. Kemudian Yesus memanggil Yakobus, saudaranya, dan juga memanggil Yohanes sendiri, untuk masuk ke dalam pemuridan. Ia menjadi murid, yang secara khusus dikasihi oleh Yesus (Yohanes 13:23; 19:26; 20:2; 21:7,20). Yohanes memandang dengan penuh kengerian bagaimana Yesus mati di Kayu Salib, mengambil ibu-Nya Maria setelah kematian Kristus, lari bergegas bersama dengan Petrus menuju ke kubur yang kosong itu, bertemu secara pribadi dengan Tuhan yang sudah bangkit, menjadi saksi kenaikan-Nya ke surga, dan menerima Roh Kudus pada hari Pentakosna. Oe menderita sesahan, bersama-sama dengan para rasul yang lain, karena kesaksiannya di hadapan mahkamah agama Yahudi (Kisah Para Rasul 5:40-42), dan ia menanggung dukacita atas kematian Yakobus, saudaranya, yang dibunuh oleh Herodes (Kisah Para Rasul 12:1-2). Ia melihat sendiri penangkapan Petrus dan bagaimana Petrus dilepaskan dari penjara, dan ia merasakan sukacita besar atas ledakan dalam pelayanan missi penjangkauan di Antiokhia dan Asia Kecil. Ia mengambil bagian di dalam sidang rasuli di Yerusalem sebagai salah satu sokoguru Jemaat mula-mula (Galatians 2:9). Kemudian, Yohanes mengetahui juga mengenai kematian Paulus karena pedang, dan juga penyaliban Petrus di Roma. Ia tidak terluka ketika pasukan Romawi menghancurkan Yerusalem pada tahun 70 M, lalu pindah ke Efesus, yang menjadi pusat kekristenan pada saat itu, memimpin sebuah gereja yang berkembang di Anatolia, dan menuliskan kesaksiannya di dalam Injil bagi mereka. Pada akhirnya ia dibuang dan diasingkan ke sebuah pulau terpencil yang bernama Patmos di Laut Aegea. Apakah pembuangan ini menandai tahapan akhir di dalam hidupnya?

Sebagai rasul terakhir yang masih hidup pada saat itu, Yohanes memikul tanggungjawab atas seluruh Kekristenan di dalam hatinya. Ia mendapati dirinya tiba-tiba dibuang ke sebuah pulau terpencil yang terus menerus menerima lebih banyak orang-orang buangan yang tidak dikehendaki. Apa yang harus dilakukannya dalam keadaan demikian? Alunan ombak yang monoton di pantai berusaha untuk melemahkan semangatnya, tetapi Yohanes tetap berpegang teguh kepada pengharapan akan kedatangan Yesus. Ia berdoa agar jemaat-jemaat yang ditinggalkannya tetap menjadi kuat, dan ia tetap menjadi percaya bagi mereka, menjadi perwakilan bagi mereka. Yohanes dibawa ke dalam kedamaian yang sangat mendalam dari Yesus, sehingga ia bisa melihat dan mendengar, sebagai perwakilan, apa yang akan dibukakan oleh Roh Kudus kepadanya dan kepada semua pengikut Yesus.

Dibuang karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus: dalam keterasingan dari tempat dimana dia berada, Yohanes terus berpikir, tentang kemungkinan ada hal yang kurang tepat dalam sikapnya atau kalau ada hal yang lain yang akan dinyatakan di balik kesulitannya. Tetapi ia mendapati bahwa tidak ada alasan lain untuk kesulitannya itu selain dari apa yang sudah dijelaskan di dalam pendahuluan wahyunya. Merupakan tanggungjawabnya kepada anggota-anggota jemaat berlatar belakang Yahudi untuk menunjukkan kepada mereka bagaimana kesesuaian yang ada antara hukum dan janji di dalam Perjanjian Lama dengan kesaksian Yesus di dalam Perjanjian Baru. Itulah satu-satunya alasan dia mengalami pembuangan itu. Ia menderita karena Firman Allah.

DOA: Bapa Surgawi, kami memuji Engkau karena Anak-Mu Yesus Kristus memakai pemenjaraan Rasul Yohanes di pulau Patmos sebagai suatu cara untuk menjelaskan kepada dunia ini tentang tanda-tanda akhir jaman. Ia menderita bagi kami dan untuk kesaksian-Mu. Jangan biarkan kami melarikan diri dari penderitaan yang mendatangi kami, tetapi tolonglah agar kami bersaksi dengan berani akan kebenaran keselamatan-Mu.

PERTANYAAN:

  1. Mengapakah penguasa Romawi membuang Yohanes ke pulau Patmos yang kosong itu?

www.Waters-of-Life.net

Page last modified on August 14, 2013, at 10:03 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)